Sejarah "Geshichte des Korans". Oleh banyak akademisi, secara diskursif, Qur'anic Studies di Barat diklasifikasikan menjadi 2 fase. Pertama, Abad Pertengahan Akhir yang terentang semenjak abad 12 sampai 16 M. Dalam fase ini, pendekatan ideologis menjadi mainstream. Fase kedua, Abad Kebangkitan dan Pencerahan. Satu fase di mana kajian kritis-historis al-Qur’an demikian erat bersinergi dengan kajian filologis (philological study) yang terinspirasi oleh penerapan metode bibilical criticism yang tengah menjadi trend metodologi yang digandrungi.

Setelah penggunaan biblical criticsm dipelopori oleh Abraham Geiger (1810-1874), para pengkaji al-Qur'an dari Barat yang hidup pada abad 19 menjadikan metode ini sebagai mainstream. Dan pada era kedua inilah, menyebut dan merujuk pada nama Theodor Nöldeke (1836-1930) dalam kancah diskursus Qur'anic Studies di Barat, merupakan sebuah keniscayaan. Boleh jadi, karena buku inspiratifnya yang tebal berjudul "Geshichte des Korans" itulah, Nöldeke diposisikan sebagai sarjana besar nan otoritatif dalam ranah Qur'anic Studies di Barat hingga era yang paling mutakhir sekalipun.

Apresiasi memang banyak terlahir untuk Nöldeke dan "Geshichte des Korans"-nya. Beberapa sarjana besar menyebutnya sebagai buku dengan bekal metodologi brilian yang melampaui zamannya dan sarat akan data dan fakta akurat berkenaan dengan studi al-Qur’an di Barat. Sayangnya, tak banyak pihak yang paham benar dengan sejarah "Geshichte des Korans" ini.

Buku monumental ini, sejatinya memiliki sejarah yang lumayan panjang. Pada awalnya, buku "Geshichte des Korans" merupakan sebuah disertasi doktoral Nöldeke yang diajukan pada tahun 1860. Ia hanyalah buku setebal 200 halaman. Sebuah buku yang mulanya bermaksud memberikan catatan serta kritik atas konsep wahyu dan nabi yang termuat dalam buku karangan Gustav Weill berjudul Das Leben Muhammeds dan karya Sprenger berjudul Das Leben und die Lehre des Mohammad. Selepas dipublikasikan secara luas untuk pertama kalinya pada tahun 1898, buku setebal 200 halaman itu dirasa masih banyak memiliki kekurangan. Fakta ini mendorong salah satu murid Nöldeke, Friedrich Schwally (m. 1919) tergerak untuk menambahkan wacana-wacana baru seputar diskursus al-Qur’an. Hasilnya, pada tahun 1909, terbitlah volume pertama dari buku "Geshichte des Korans" ini. Momen inilah yang menjadikan buku "Geshichte des Korans" direspon dengan hangat oleh publik.

Tahun 1920, volume kedua dari buku "Geshichte des Korans" sebagai hasil suntingan, penambahan dan kerja keras August Fischer (1865-1949) terbit. Nampaknya, hasrat intelektual Nöldeke akan diskursus seputar al-Qur'an belum tersalurkan sepenuhnya. Terbukti, dia menganjurkan pada Gotthelf Bergstresser (m.1934) untuk memberikan catatan dan penambahan data bagi buku "Geshichte des Korans". Sayangnya, usaha mulia Bergstresser terhenti di tengah jalan karena kematian lebih dulu menjemputnya. Tak lama, upaya intelektual Bergstresser dilanjutkan oleh muridnya, Otto Pretzl (m. 1941). Dan pada tahun 1937, volume ketiga buku "Geshichte des Korans" berhasil diterbitkan. Akhirnya, di tahun 2000, terbitlah untuk pertama kalinya buku "Geshichte des Korans" secara lengkap yang memuat tiga volume buku tersebut. Tak heran, jika buku ini akhirnya menjadi karya standar bagi para orientalis, khususnya dalam sejarah kritis gubahan dan penyusunan al-Quran.

0 comments:

Post a Comment

 
Top